Jumat, 18 Juni 2010

Konstruksi sosial dalam iklan axe

Iklan Axe versi nomor Handphone

Sampai saat ini kita sebagai masyarakat terus menyaksikan sebuah “perlawanan” terhadap citra tradisional, perempuan sebagai sosok feminim, lembut, dan tidak agresif dihadapan lawan jenis. Melalui berbagai teks yang ada, seperti Novel Saman atau film Virgin, kita menyaksikan sebuah parade perlawanan terhadap konstruksi perempuan sebagai sosok yang feminim dan tidak agresif. Melalui teks semacam itu, konstruksi lama tentang perempuan dibalik dan diganti dengan konstruksi yang berbeda.

Tapi, teks-teks yang menggugat konstruksi lama tentang perempuan bukan hanya berupa karya sastra, lagu atau film. Iklan, sebagai salah satu teks yang mendominasi kehidupan kontemporer kita, juga ikut dalam arus pembalikan kontruksi tersebut. Salah satu teks iklan yang konsisten memberikan gambaran yang berbeda dengan citra perempuan sebagai sosok yang feminim dan tidak agresif adalah iklan Axe, sebuah produk parfum khusus pria.

Kalau dalam banyak iklan lain perempuan dikonstruksi sebagai sosok yang hampir selalu pasif dihadapan aki-laki, iklan Axe secara vulgar dan berlebihan menampilkan sosok perempuan yang agresif dihadapan laki-laki. Kalau kita mencermati berbagai versi iklan parfum tersebut, kita akan melihat sebuah pola yang hampir sama.

Dari dulu sampai sekarang, iklan Axe selalu menampilkan laki-laki dan perempuan sebagi tokohnya. Didalam iklan tersebut, laki-laki yang digambarkan sebagai pemakai produk Axe akan selalu mendapatkan simpati dari para perempuan cantik yang ditemuinya. Lebih dari itu, laki-laki dalam iklan Axe akan selalu menerima perlakuan agresif dan berlebihan dari para perempuan yang ditemuinya.

Perlakuan agresif yang diterima para lelaki dalam iklan Axe, menurut versi si pembuat iklan, adalah karena efek dari pemakaian produk Axe, atau dalam bahasa iklan tersebut: “The Axe Effect”.

Iklan Axe versi nomor handphone

Episode lampu merah

Dalam iklan ini, diceritakan seorang laki-laki yang mengendarai motor berhenti di lampu merah disebelah mobil seorang wanita cantik, tak sengaja ia menoleh dan mendapati si cewek begitu menggoda hingga ia terhanyut, tapi ternyata si cewek hanya menghembuskan uap ke kaca mobil dan menuliskan sederet nomor handphonenya.

Episode perpustakaan

Dalam iklan ini menceritakan seorang laki-laki yang pergi ke perpustakaan kemudian memperhatikan seorang wanita yang sedang kebingungan ( pura pura handphonenya hilang setelah menghirup parfum Axe) kemudian mengdatangi si laki-laki dan meminjam handphonenya untuk miscall. Ternyata, handphone (yang sudah diketahuinya) ada di saku belakangnya. Disini dia hanya ingin memberitahukan nomor handponenya untuk dihubungi.

Iklan versi nomor handphone ini bentuk agresifitas perempuan digambarkan hanya berupa pemberian nomor handphone secara genit terhadap laki-laki tak dikenal dengan isyarat agar sang laki-laki menghubungi setelah pertemuan itu. Sedangkan laki-laki bertindak pasif dalam hal ini. Tindakan pemberian nomor handphone bagi seorang perempuan tanpa diminta pada orang tak dikenal memang sebuah tindakan yang tak biasa jika kita bandingkan dengan kondisi sehari-hari.

Di dalam iklan Axe, citra yang ingin dihasilkan dari explotasi agresifitas perempuan adalah citra tentang Axe sebagai “produk penakluk perempuan”. Bahwa laki-laki di Indonesia akan merasa sangat bangga jika mereka berhasil mendapatkan nomor telepon seorang gadis. Dan untuk mendapatkan nomor handphone bagi laki laki adalah harus aktif, jika laki-laki memakai Axe maka mereka tidak perlu aktif si wanita yang akan mendekat dan meberikan nomor handphonenya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar